Sebuah kata benar memiliki arti yang bervariasi
jika terletak dalam kalimat yang berbeda, begitu juga jika dirangkaikan dengan
imbuhan (seperti awalan sisipan dan/akhiran). Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia arti kata benar adalah sesuai sebagaimana adanya, betul, tidak
salah. Jadi kalau kita berbicara benar, berarti apa yang kita bicarakan adalah
tidak salah.
Jika
kata benar diberi imbuhan menjadi kata sebenarnya, berarti yakin benar tidak
diragukan lagi.
Dari
judul di atas kata kebenaran disini bukan maksudnya tanpa disengaja, tetapi
seseuatu yang nilainya benar-benar hakiki. Contoh bahwa Quran itu adalah
mempunyai nilai kebenaran yang tak bisa diragukan lagi. Ajaran yang dibawa
Rasulullah Nabi Muhammad saw itu Islam mengajak manusia pada jalan kebenaran.
Jadi intinya kebenaran adalah segala sesuatu yang tidak bisa diragukan lagi
baik penilaian secara khusus maupun secara umum. Contoh lain bahwa memberikan
sedekah itu adalah perilaku yang benar dan tidak ada seorangpun yang
menyalahkannya.
Ada
nilai kebenaran dan itu dianggap benar, tetapi yang menilainya berdasarkan hawa
nafsu belaka dan inilah yang disebut dengan pembenaran. Contoh ;
pembenaran adalah tindakan yang awalnya tidak benar karena sudah merajalela dan
membudaya akhirnya dianggap benar, padahal belum tentu kebenarannya. Jaman
sekarang yang katanya jaman edan (padahal dari dulu sampai sekarang, mungkin
sampai akhir jaman bahwa jaman itu tidak pernah berubah) padahal yang edan itu
yang menjamaninya (disini mungkin manusia).
Masuk pegawai katanya kalau tidak main uang tidak akan bisa. Budaya suap
membudaya dan celakanya itu dianggap hal yang lumrah (biasa). Banyak orang yang
bangga bisa masuk pegawai (contohnya) PNS habis sekian puluh juta, bahkan ada
yang habis lebih dari seratus juta dan celakanya lagi itu dibicarakan pada
orang lain. Padahal jika dilihat dari hukum Islam itu aib yang harus
disembunyikan. Jadi kesalahan orang yang mengungkapkan masuk PNS habis sekian
puluh juta pada orang lain itu memiliki tiga jenis kesalahan, pertama dia
menyuap orang supaya diterima jadi pegawai, kedua membenarkan kebiasaan yang
salam, ketiga mengungkapkan aib sendiri pada orang lain.
Coba
kita sedikit ungkap mengenai hukum orang yang menyuap dan disuap secara Islam.
Itu jelas sekali keduanya neraka. Ada suatu dalil (penulis lupa perawi
hadisnya, mohon maaaf jika salah) menegaskan sesuatu yang halal jika didapat
dengan cara haram maka hasilnya pun jadi haram. Contoh; daging ayam adalah
halal untuk dimakan, tapi jika disembelih dengan cara yang tidak baik (tanpa
menyebut nama Allah) maka dagingnya jadi haram. Begitu juga gaji seorang
pegawai dimanapun (yang dikerjakannya jelas baik dan untuk kemaslahatan umu)
itu adalah halal, kecuali kerjaannya berhubungan dengan yang tidak halal, seperti
kerja di tempat perjudian, atau menghasilkan barang yang tidak halal, atau
menimbulkan dampak yang sebagian hasilnya bertentangan dengan hukum Islam, itu
jelas tidak halal. Tapi gaji yang tadinya halal jika saat masuk ke dunia
kerjanya dengan cara tidak halal, seperti dengan cara suap, maka gajinyapun
tidak halal. Sekarang banyak pembelaan yang pada intinya pembenaran terhadap
kegiatan yang salah tadi bahwa gaji tadi di atas dikatakan tidak halal bisa
dihalalkan dengan cara mengeluarkan zakatnya. اَسْتَغ
فِرٌ الله maafkan kami Yaa Allah yang sudah terlanjur. Coba bayangkan ada
peribahasan rusak susu sebelanga karena nila setitik.
Jadi
marilah kita berusaha bahwa kebenaran adalah kebenaran dan jangan menjadikan
kebiasaan yang nilai kebenarannya tidak hakiki terlalu dianggap benar hanya
karena banyak orang yang menyatakan sudah lazim. Salah adalah salah dan benar
adalah benar, yang sampai kapanpun benar tidak akan pernah duduk berdampingan
tapi akan selalu berlawanan. Pandanga
manusia yang benar jadi salah dan yang salah jadi benar adalah hal biasa karena
manusia dianugerahi nafsu yang pada dasarnya nafsu adalah tempatnya syaitan
bertahta. Dimana kalau orang sudah mengikuti hawa nafsu berarti dia sudah
diperbudak oleh syetan yang akhirnya akan membenarkan yang salah.
Jadi
istilah benar atau segala sesuatu yang kita anggap benar itu bukan pendapat
hawa nafsu tapi harus secara logika dan hukum yang kita yakini. Hukum apa?
Karena di muka bumi ini banyak hukum produk manusia. Sebaik-baik hukum buatan
manusia pasti ada lemahnya, beda dengan hukum yang di buat oleh yang telah
menciptakan Dunia dan semua isinya ini, itu adalah mutlak. Marilah kita berkaca
pada diri sendiri dan bertanya pada diri sendiri siapa saya, dari mana asal
saya, sedang apa sekarang, dan mau kemana pulang. Empat pertanyaan yang tak
perlu dijawab, tapi perlu dipikirkan dan dipraktekan dalam kehidupan
sehari-hari.
سُبْحَنَ
الله Maha Suci Allah.